Orang Indonesia sudah mafhum dengan sistem bisnis konglomerasi; bahkan dilanggengkan, dan dilestarikan.
Bisnis harus menyebar, merata, di semua hajat hidup orang banyak. Semua dikantongi sendiri, dan dikuasai oleh kelompoknya sendiri.
Yang tua-tua memberikan contoh bagaimana membangun kerajaan di Indonesia yang tidak kecil. Kalau bisa masuk ke semua lini: ritel, media, perbankan, energi, supply chain, kalau perlu sampai ke politiknya sekaligus. Supaya aman dan gampang berselingkuh 😌
Saking lazimnya, kita melihat ini normal. Umum. Bahkan menjadi keteladanan, agar menjadi seperti mereka yang sudah berkerajaan.
Termasuk saya pun pernah mengagumi itu dulu.
Kita jarang sekali, bahkan tidak pernah merasa cukup membangun satu usaha dengan satu tujuan,
Kita tidak pernah mendidik diri sendiri/dididik untuk bermimpi melayani 7 miliar manusia di seluruh dunia,
Kita jarang sekali didogma untuk membangun mesin bisnis yang beroperasi dalam skala raksasa di 24 zona waktu,
Kita tidak diajari berkompetisi dalam ratusan bahasa, mengakuisisi pembeli multi-etnis, multi-kultur, multi-negara,
Kita dipaksa “nrimo” betapa kacaunya penerapan sistem legal dan penegakan hukum di negara kita, sampai kita trauma apakah kita masih bisa survive di negara orang.
Sehingga pada akhirnya kita merasa cukup dan nyaman bertarung saling baku hantam dengan sesama pebisnis dalam negeri, ketimbang sulit-sulit berkolaborasi dan menjelajahi 5 samudera.
Entah siapa yang salah 👀