Seberapa Besar Bisnis Kita Harus Grow?

Saya baru saja membaca sebuah artikel menarik yang ditulis oleh founder Gumroad.com, Sahil Lavingia. Artikel ini membicarakan pengalaman hidup Sahil dalam proses “merelakan” bahwa Gumroad tidak harus menjadi “multi-billion company”. Artikelnya bisa Anda baca disini nanti. Sangat menggugah dan memberikan saya kesempatan untuk berkontemplasi ke dalam jiwa.

Pada saat sedang maraknya orang berbisnis seperti hari ini, apalagi dengan katalis perkembangan teknologi, kata “growth” menjadi semacam Tuhan yang baru. Rasanya sangat spiritual sekali menggemakan growth di dalam tim bisnis. “If you don’t grow, you die”, “growth-hacker”, “growth-metrics”, dan sejenisnya. Startup pun berlomba-lomba menciptakan dan menjual growth.

Harus diakui saya juga terjebak di dalam kata tersebut dalam beberapa tahun silam. Berada di dalam kompetisi, terus growth demi “economies of scale“. Growth di dalam kepala saya identik dengan jumlah uang yang berhasil dikumpulkan secepat-cepatnya. Kalau bisa hari ini spend 100 juta, besok harus 1M. Segala cara ditempuh, demi “ultra-growth” ataupun social status seperti “market leader”, “first market mover”, dan sejenisnya.

Tapi semakin mengejar growth, saya merasakan kehampaan. Moment of silence. What’s the point? Am I sure? Am I really need this thing? Berikut ini adalah sebagian perenungan saya setelah beberapa tahun membangun bisnis.

Growth yang over identik dengan kanker

Jika kita menganalogikan dengan sel tubuh, maka pertumbuhan yang sangat cepat identik dengan kanker. Sel kanker adalah sel yang mengalami kelainan genetik sehingga ia tumbuh lebih cepat tanpa batas, sebagaimana lazimnya sel lain dalam tubuh tersebut. Sel ini bersifat merusak, dan bisa mempengaruhi sel-sel pada organ yang lain. Pertumbuhan ini baru bisa berhenti jika organ dimana sel tersebut berada mengalami kegagalan. Dengan kata lain, sel kanker sulit dihentikan kecuali inangnya mengalami kematian.

Di dalam dunia bisnis, sudah ada contoh secara nyata bagaimana sebuah bisnis mati karena pertumbuhan. WeWork contohnya. Bisnis yang sekarang sudah kanker stadium 4 justru karena tidak bisa mengerem pertumbuhan. Lalu Intel, hampir mati di tahun 90-an, karena bertumbuh dan menguasai market memory bertempur dengan produsen Jepang. Berlomba menguasai market, sampai akhirnya sadar bahwa bisnisnya sudah di stadium 3 karena kehabisan nafas.

Menormalkan pertumbuhan sel bisnis

Anehnya sel kanker “hanya bisa hidup” dengan gula. Gula adalah salah satu sumber energi bagi manusia. Mirip dengan uang. Uang adalah salah satu resource bagi bisnis untuk bertumbuh. Jika uang terus menerus di “reinvest” ke dalam pertumbuhan sel bisnis, maka yang terjadi bisa mirip dengan kanker. Salah satu cara menghentikan laju sel kanker adalah dengan “berpuasa”. Ini ikhtiar yang sedang dipelajari banyak ilmuwan di dunia. “Puasa”-nya bisnis adalah dengan slow-grow. Uang tidak melulu di “re-invest” ke dalam pertumbuhan, melainkan kepada bagaimana menyehatkan sistem secara keseluruhan.

Selain itu, sel bisnis kita harus diajari untuk tidak hanya berjalan dengan uang. Ada sumber daya lain selain uang yang itu bisa digunakan untuk berkembang, antara lain: kreatifitas, intelektual, kinerja team. Sesuatu yang bersifat intangible dan justru malah menyehatkan. Saya pernah dengar teori ini: “Anda baru bisa menjadi pengusaha sukses jika Anda bisa menghasilkan uang tanpa uang”. Nah, “mengumumkan” ungkapan ini di dalam bisnis akan membuat bisnis kita sehat. Sesedikit mungkin menggunakan sumber daya uang, untuk menghasilkan sebesar-besarnya keuntungan.

Pertumbuhan setiap tubuh adalah berbeda

Ada ungkapan dari Imam Ali yang selalu terngiang di kepala saya sampai sekarang: “Tidak pernah aku melihat ada orang yang memperoleh harta yang berlimpah kecuali disampingnya ada hak orang lain yang ia sia-siakan”.

Ungkapan ini tidak berarti setiap orang kaya pasti bertindak zalim, melainkan memberikan kesadaran bahwa ada bagian orang lain di dalam harta yang kita miliki. Saya lebih suka “menafsirkan” ungkapan ini dengan pendekatan yang diberikan Naval: “being ethical is a long-term greedy“. Greedy atau rakus adalah etis, asalkan bersifat long-term.

Untuk memahami maksudnya, bayangkan begini: Anda harus menghabiskan 10 potong kue dalam 1 hari, VS menghabiskan dalam 10 hari. Orang yang menghabiskan 10 potong kue dalam 1 hari, pasti akan memberikan efek negatif terhadap pencernaan. Usus akan dikorbankan, bahkan bisa jadi mati hari itu juga karena gula darah naik. Tapi orang yang harus menghabiskan dalam 10 hari, akan memiliki jeda bernafas, mengatur ritme makan, yang mana hasil akhirnya akan tetap sama: yakni 10 potong kue habis.

Kalau Anda berencana kaya dalam waktu yang singkat, maka cara-cara yang akan Anda gunakan akan semakin unethical. Lebih sering terjadi negative-sum game. Ada yang kalah dan Anda yang menang. Suasana ini lalu diglorifikasi dengan istilah: pensiun dini, passive income, dan sejenisnya.

Tapi kalau Anda berniat kaya tidak dalam waktu cepat, maka akan terjadi positive-sum game. Semua happy. Semua kebagian porsinya masing-masing, tanpa harus mengorbankan salah satu pihak. Konsumen punya waktu untuk mencintai produk Anda secara wajar dan kuat (tidak ada cinta yang nyata untuk sebuah cinta satu malam, kan?), karyawan Anda juga tidak terforsir, bisnis Anda juga tumbuh secara wajar.

Lalu seberapa lama yang wajar untuk menghabiskan 10 potong kue itu mas?

Setiap tubuh memiliki kecepatan wajarnya sendiri. Tergantung umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, dan sebagainya. Tapi kita akan tahu dan bisa merasakannya. Kita tahu saat bisnis kita terlalu lambat, dan kita juga akan tahu kalau semua bertumbuh terlalu cepat. Ketika ada hak orang lain yang dilanggar, maka kita tahu bisnis kita bertumbuh terlalu cepat.

Siapa yang paling sering dilanggar?

Yang paling sering dilanggar biasanya adalah: konsumen. Kadang menggunakan teknik promosi yang menyesatkan agar orang berfikir hasil instan, atau dengan sengaja menipu dan mengambil celah peraturan agar kita bisa memberikan persepsi “yang lain” kepada konsumen tentang produk kita. Produk yang tidak aman, dibilang aman. Produk yang tidak memiliki maslahat, dipromosikan seolah memberi manfaat.

Sistem bisnis yang sehat akan memberikan kecepatan yang sehat

Saya tidak sedang mempromosikan bahwa bisnis kita harus tidak tumbuh. Bisnis tetap harus tumbuh, karena dunia bertumbuh. Kalau tidak tumbuh, artinya bisnis kita melambat. Perekonomian dunia rata-rata tumbuh 5% per tahun (kecuali di masa pandemi seperti sekarang). Inflasi akan selalu ada, yang berarti biaya-biaya akan selalu bertambah naik seiring waktu.

Tapi ingat pertumbuhan itu harus di level sehat dan bugar, bukan di level kanker. Cara menyehatkannya adalah dengan menciptakan sistem yang sehat di dalam bisnis. Bisnis yang rajin berolahraga, tentu akan lebih bugar dibandingkan bisnis yang tidak berolahraga. Olahraga dalam bisnis bisa berupa momentum, target, tantangan, dan sebagainya. Bisnis yang rajin puasa, juga akan sehat. Begitu pula bisnis yang menjaga makanan yang masuk agar senantiasa halal dan baik.

Pertumbuhan itu akan lahir dengan sendirinya. Tidak diada-adakan, tidak karena disuntik hormon anabolik, ataupun dioperasi plastik. Tumbuh sehat dan wajar sesuai kodratnya.

Mas, saya melihat ada bisnis yang tumbuh ribuan persen di 2 tahun pertamanya? Itu wajar nggak?

Bisa jadi “wajar”, ingat bahwa bayi memiliki fase growth spurt di beberapa bulan pertamanya; tumbuh dengan cepat. Tapi memang itu dalam kondisi yang wajar. Bisnis awal tumbuh lebih cepat daripada bisnis yang sudah dewasa. Tapi kita tidak boleh tertukar dengan pertumbuhan kanker, yang mana bisa kita baca dari ungkapan di atas: tidak ada siapapun yang terzalimi. Selama tidak ada yang terzalimi, maka bisnis kita akan tumbuh secara sehat.

Berdamai dengan diri sendiri

Untuk benar-benar meresapi pertumbuhan di atas, musuh utama saya adalah: diri saya sendiri. Kadang ada bagian dari diri saya yang selalu terjebak dalam permainan kompetisi, yang berujung pada salah satu pihak dizalimi. Setelah saya renungkan, sama saja dengan kesehatan tubuh saya. Bertahun-tahun saya tidak pernah memperhatikan makanan, tidur sembarangan, pokoknya asal enak dimakan, yang berujung pada sakit-sakitan. Rumusnya: mengalahkan diri sendiri. Sejak manusia diciptakan, musuh utamanya adalah diri sendiri. Setan hanya menggoda, sisanya terserah Anda.

Kita perlu berdamai dengan “virtual growth” yang hari ini terkesan hebat, tapi dalam jangka panjang memberi efek buruk. Seperti dalam dunia olahraga, kadang beberapa atlit menggunakan hormon tambahan yang dilarang, sebagian atlit menggunakan dopping agar terlihat kuat, tapi sebenarnya ia sedang “menipu” diri sendiri. Badan terlihat kekar, tapi rapuh di dalam.

Rasa damai, bersedia untuk terlihat kalah, fokus kepada hal-hal yang benar-benar inti dari bisnis kita, dan tumbuh dengan kecepatan yang wajar. Melunturkan ego. Karena kalau sudah sakit, masuk rumah sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan dampaknya.

Jika rasa damai ini muncul, tidak terbawa permainan menang kalah, tidak terbawa permainan monyet, maka kita masuk ke dalam level kesadaran baru, yang akan membawa bisnis kita tidak hanya menjadi spiritual company, tapi mungkin menjadi transcendent company.

Scroll to Top