Biasanya advertiser sering terjebak logika ini (termasuk saya):
“Kalau mau iklannya murah, harus bikin konten yang bagus”
Padahal logika ini keliru secara substansial. Mohon maaf kalau ada yang pernah saya ajari dengan logika tersebut. Kalimat itu “keliru”.
Iklan yang murah adalah sesuatu yang bisa dikuantifikasi. Garis batasnya jelas, bisa dihitung berdasarkan produk yang kita pasarkan dan market yang kita sasar.
Sedangkan konten yang bagus, adalah sesuatu yang bersifat kualitatif. Tiap orang punya persepsi yang berbeda tentang kata “bagus”. Gimana ngukurnya?
Oleh sebab itu dua hal ini harus dipisahkan cara mengukur dan merekayasanya.
Iklan yang murah, bisa diukur dengan budgeting. Anda tinggal tentukan berapa cost per lead (CPL) yang dianggarkan, yang diperhitungkan pula di dalamnya berdasarkan conversion ratio yang biasa Anda dapatkan. Angkanya bisa berbeda untuk setiap produk, bahkan tiap industri. Jangan samakan murahnya CPL untuk memasarkan rumah, dengan CPL untuk memasarkan baju. Tentu beda. Jika sudah memiliki angka CPL, maka batasi angkanya dengan automated rule atau bidding strategy yang biasanya tersedia di platform iklan.
Sedangkan iklan yang bagus, bisa diukur dengan keterserapan budget berdasarkan CPL yang sudah Anda tentukan. Jika anggaran iklan Anda dalam 1 campaign adalah 10 juta per hari dan ia hanya diserap 500 ribu oleh platform, berarti iklan Anda kurang bagus. Sesimpel itu.
Mas saya belum punya anggaran yang fix, gimana cara menentukannya ya? Nah inilah kekeliruan fundamental dalam berbisnis, termasuk saya pun pernah berada di dalam situasi ini.
Bisnis harus memiliki anggaran untuk setiap pengeluaran. Bayangkan aja seperti negara. Setiap beberapa tahun sekali negara manapun di dunia melakukan proses penganggaran. Mau ngapain dalam 5 tahun ke depan, harus diplot anggarannya di muka.
Proses pembuatan anggaran ini akhirnya nanti yang membatasi “nafsu” kita dan membuat kita lebih hati-hati dalam membuat keputusan di dalam bisnis.
Kembali ke masalah anggaran beriklan, ada baiknya kita membuat anggaran ini per bulan. Sejak awal sudah dipasang angka-angka yang ditargetkan: CPL, jumlah lead, CR, produk yang dipasarkan, dsb.
Saya tau ini nggak lazim dilakukan oleh kebanyakan advertiser. Dulu pun saya juga gitu waktu masih main dropship internasional. Saat ada kesempatan ngegas, langsung saya gas gila-gilaan. Begitu gasnya udah pol, eh produknya habis. Akhirnya rusak hubungan dengan customer, ruwet di pencairan Paypal, dan akhirnya bisnisnya rungkad.
Yang paling penting dalam bisnis itu bukan terus membesar, tapi terus survive. Untuk bisa survive, kita membutuhkan rencana dan aksi yang terprediksi, agar outcome-nya stabil. Sejarah juga sudah memberikan pelajaran berkali-kali, mereka yang begitu cepat membesar akan segera musnah.