Saya baru saja membaca sebuah buku berjudul Checklist Manifesto. Mungkin ada diantara Anda yang sudah membaca. Kalau belum, saya sarankan untuk membaca ini. Bagus sekali.
Walaupun bukan tema utamanya, di dalam buku ini dijabarkan tentang 3 jenis masalah:
1/ Simple Problem.
Ini sejenis “bagaimana cara memasak telur?” Gampang diselesaikan secara prosedural. Diulangi terus-menerus pasti bisa.
2/ Complicated problem.
Contoh masalahnya adalah: “bagaimana cara membangun rumah?”. Membutuhkan multi-disiplin ilmu dalam memecahkannya; ilmu tanah, sipil, bahkan mungkin elektronika atau informatika jika yang dikerjakan adalah smart house.
3/ Complex problem.
Ini yang paling puncak. Salah satu contohnya: “bagaimana cara membesarkan anak?”, “bagaimana cara membangun bisnis hingga sukses?”, dsb. Ciri khasnya: setiap ada yang berhasil memecahkannya, belum tentu solusi yang sama bisa diterapkan di persoalan yang sejenis namun lebih mutakhir.
Apa hubungannya 3 problem ini dengan tugas CEO?
Kalau kita perhatikan, seorang CEO sebenarnya dituntut 2 hal: menghasilkan uang secara efisien & efektif untuk perusahaan, dan mengalokasikan uang yang sudah dihasilkan tersebut untuk kembali membesarkan perusahaan.
Pekerjaan ini akan bertambah besar lagi ketika seorang CEO merangkap menjadi owner dari perusahaan tersebut.
Ini adalah the real complex problem.
Untuk membuka wawasan dan menyelesaikannya, CEO harus memiliki apa yang disebut fox concept, sekaligus hedgehog concept. Fox concept alirannya generalist, sedangkan hedgehog/landak bersifat specialist. (Silakan googling fox vs hedgehog concept kalau belum tau tentang ini).
Seorang CEO juga harus berpikir sebagai investor sekaligus manager, dan juga owner. Tiga cara berpikir ini seringkali berlawanan di lapangan. Investor cenderung fokus kepada long-term, manager cenderung fokus ke short-term, owner sangat sering cenderung fokus ke selfishness (memperkaya diri sendiri).
Tiga hal tersebut memiliki metric yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, ada perusahaan bernama Teledyne. CEO nya sangat “investor mind” sekali. Sejak 71-84 mereka tidak membagi dividen, terus membesarkan value dari Teledyne.
Dalam 25 tahun kinerjanya, Teledyne mampu membesarkan nilai perusahaannya 22x lebih besar dari rata-rata pertumbuhan perusahaan S&P 500 di Amerika. Yang lebih “mengerikan”, nilai perusahaannya.
Jika Anda investasi di Teledyne 25 tahun yang lalu sebesar 100 juta, maka 25 tahun kemudian uang Anda akan menjadi kurang lebih 19 miliar. Sebagai gambaran perbandingan, kalau Anda investasi di tahun yang sama ke GE dibawah kepemimpinan Jack Welch, maka uang Anda “hanya” menjadi 2 miliar dalam 25 tahun.
Sekarang, apa yang CEO ini lakukan dan bisa kita tiru untuk menyelesaikan complex problem seorang CEO?
1. Frugal life. Hidupnya simpel, sederhana, fokus kepada membesarkan perusahaan.
2. Menghindari office politics. Menekan jumlah karyawan inti.
3. Melakukan penempatan dana perusahaan secara teliti, rasional, dan dikalkulasi dengan data (Singleton, CEO Teledyne, seorang saintis/engineer).
4. Tidak terlalu sering “kopdar” di Wallstreet; press conference di sana sini untuk membangun public relations
5. Dalam kasus tertentu, bahkan mereka buyback saham mereka sendiri, dan tidak membagikan dividen dalam jangka waktu lama (owner dibikin “melarat”)
6. Mereka “hanya” fokus membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin, sekaligus membaca peluang dan tanda-tanda ke arah mana mereka harus mengarahkan kapal
7. Mereka menihilkan “master builder” (orang yang paling tahu seluruh perusahaan). Alih-alih, mereka melakukan desentralisasi keputusan.
Complex problem CEO ini bisa diselesaikan kalau Anda banyak membaca pengalaman hidup CEO lain, bergerak hati-hati, dan meminimalisir kesalahan ketika melangkah.
Ternyata berat ya jadi CEO..